Nahbuat memanjakan saudara, orang sebelah, serta tamu undangan, kita dapat menjamu dengan . Pilihan menu makanan untuk syukuran rumah baru · 1. 830 resep menu syukuran ala rumahan yang mudah dan enak dari komunitas memasak terbesar dunia! Beberapa makanan pesta yang mudah disiapkan adalah: Tumpeng pindahan rumah, isi tumpeng pindah rumah Tapicoba dipikirkan sekiranya akan menjamu tamu itu baiknya bagaimana. Bisa dilihat dari seberapa lamanya acara dan seberapa jauh jarak yang sudah mereka tempuh untuk datang ke acara lamaran tersebut. Sehingga kita tahu makanan apa saja dengan porsi yang sesuai untuk disajikan. so berikut referensi dariku apa aja sih menu makanan lamaran Etika menjamu tamu dalam Al Quran, tidak bisa dipisahkan dari sepenggal cerita menarik Nabi Ibrahim 'alaihis salam. Dari beliau, umat Islam -bahkan umat lainnya- bisa belajar etika menerima tamu. yang sudah masak. Jeda waktu yang tidak lama menunjukkan bahwa Ibrahim sudah punya stok makanan untuk para tamu, sehingga SUDAHBayar Rp 60 Juta, Pengantin Ini Nangis, Catering Hanya Cukup 50 Orang, Padahal Tamu 700 Orang. Monalisa. 15/06/2022. TRIBUNNEWSMAKER.COM - Seorang pengantin wanita menangis histeris saat Nahuntuk memanjakan kerabat, tetangga, dan tamu undangan, kita bisa menjamu dengan beberapa pilihan menu makanan syukuran rumah berikut ini. 1. Nasi gurih pandan. Nasi gurih pandan atau sego gurih ternyata masih jadi menu andalan untuk syukuran masyarakat Indonesia. Hampir semua orang Indonesia suka dengan menu ini. pZXQj9J. MENJADI tuan rumah, memang seharusnya memberikan istimewa pelayanan kepada tamunya. Tetapi, jamuan yang disuguhkan kepada tamu, tidak sepantasnya dilakukan di luar batas kemampuannya. Menghidangkan suguhan kepada tamu adalah hal yang mulia. Bahkan Rasul pun menganjurkan agar dapat mengistimewakan tamu walaupun hanya sekedar air putih sekalipun. BACA JUGA Menjamu Tamu, Inilah Adab-Adabnya Saling berkunjung sesama kerabat, teman maupun sejawat merupakan kebiasaan yang tak bisa dihindari. Keinginan berkunjung dan dikunjungi selalu ada harapan. Demikianlah, suatu saat kita akan kedatangan tamu, baik diundang maupun tidak. Bahkan pada momen-momen tertentu, kedatangan tamu sangat gencar. Islam mengajarkan bagi siapa saja yang menjadi tuan rumah, supaya menghormati tamu. Penghormatan itu tidak sebatas pada tutur kata yang halus untuk menyambutnya, akan tetapi, juga dengan perbuatan yang menyenangkan. Misalnya dengan memberikan jamuan, meski hanya sekedarnya. Sikap memuliakan tamu, bukan hanya mencerminkan kemuliaan hati tuan rumah kepada tamu-tamunya. Memuliakan tamu, juga menjadi salah satu tanda tingkat keimanan seseorang kepada Allah dan Hari Akhir. Dengan jamuan yang disuguhkan, ia berharap pahala dan balasan dari Allah pada hari Kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya,” HR Al-Bukhari dan Muslim Menjamu tamu, merupakan sunnah Nabi Ibrahim. Memberi jamuan kepada tamu, merupakan kebiasaan sudah berkembang sejak lama, sebelum risalah Nabi Muhammad diturunkan. Yang pertama kali melakukan perbuatan yang mulia ini, ialah Nabi Ibrahim Khalilur Rahman Alaihissalam. Rasulullah SAW menyatakan “Orang yang pertama kali memberi suguhan kepada tamu adalah Ibrahim. Al-Hadits Memang, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya, dititahkan untuk mengikuti ajaran-ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ “Kemudian Kami wahyukan kepadamu Muhammad “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif,” dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb,” An-Nahl 123 Kemudian bagaimana cara Nabi Ibrahim alaihissalam menjamu tamu? Berikut ini, cara yang dilakukan oleh Nabi Ibraahim Alaihissalam saat memuliakan para tamunya. Imam Ibnu Katsiir rahimahullah secara khusus mengatakan “Ayat-ayat ini mengatur tata-cara menjamu tamu”, dan mari kita perhatikan satu-persatu. 1. Menjawab ucapan salam dari tamu dengan jawaban yang lebih sempurna. 2. Nabi Ibrahim Alaihissalam tidak bertanya terlebih dahulu “Apakah kalian mau hidangan dari kami?” 3. Nabi Ibrahim Alaihissalam bersegera menyuguhkan makanan kepada tamu. Dikatakan oleh Syaikh as-Sa’di bahwa sebaik-baik kebajikan ialah yang disegerakan. Karena itu, Nabi Ibrahim Alaihissalam cepat-cepat menyuguhkan jamuan kepada para tamunya. 4. Menyuguhkan makanan terbaik yang beliau miliki, yakni, daging anak sapi yang gemuk dan dibakar. Pada mulanya, daging tersebut tidak diperuntukkan untuk tamu. Akan tetapi, ketika ada tamu yang datang, maka apa yang sudah ada, beliau hidangkan kepada para tamu. Meski demikian, hal ini tidak mengurangi penghormatan Nabi Ibrahim Alaihissallam kepada tamu-tamunya. 5. Menyediakan stok bahan di dalam rumah, sehingga beliau Alaihissallam tidak perlu membeli di pasar atau di tetangga. BACA JUGA Sang Tamu Allah 6. Nabi Ibrahim Alahissallam mendekatkan jamuan kepada para tamu dengan meletakkan jamuan makanan di hadapan mereka. Tidak menaruhnya di tempat yang berjarak dan terpisah dari tamu, hingga harus meminta para tamunya untuk mendekati tempat tersebut, dengan memanggil, misalnya “kemarilah, wahai para tamu”. Cara ini untuk lebih meringankan para tamu. 7. Nabi Ibrahim Alaihissallam melayani tamu-tamunya sendiri. Tidak meminta bantuan orang lain, apalagi meminta tamu untuk membantunya, karena meminta bantuan kepada tamu termasuk perbuatan yang tidak etis. 8. Bertutur kata sopan dan lembut kepada tamu, terutama tatkala menyuguhkan jamuan. Dalam hal ini, Nabi Ibrahim Alaihissallam menawarkannya dengan lembut “Sudikah kalian menikmati makanan kami silahkan kamu makan?” Beliau Alaihissalam tidak menggunakan nada perintah, seperti “Ayo, makan”. Oleh karena itu, sebagai tuan rumah, seseorang harus memilih tutur kata simpatik lagi lembut, sesuai dengan situasinya. Intinya, tuan rumah seharusnya memuliakan tamu, yaitu dengan memberikan perlakuan yang baik kepada tamunya. [] Menyuguhkan makanan memiliki keutamaan yang besar, terutama bagi famili dan sahabat yang sedang bertamu. Imam Hasan bahkan mengungkapkan, setiap nafkah yang dikeluarkan oleh seorang laki-laki itu dihisab, kecuali nafkahnya kepada saudara-saudaranya dalam memberi makan. Karena, sesungguhnya, Allah SWT lebih pemurah daripada menanyakan hal itu. Para sahabat RA yang terbiasa berkumpul untuk membaca Alquran, tidak berpisah kecuali setelah menikmati hidangan. Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, "Sungguh, aku berkumpul bersama saudara-saudaraku pada satu sha' makanan lebih aku cintai daripada aku membebaskan seorang budak." Meski demikian, Islam meng atur adab mengenai waktu masuknya makan dan tata cara menyuguhkan makanan. Tuntunan adab ini tercantum jelas pada firman Allah SWT di dalam Alquran يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya. Tetapi, jika kamu diundang, maka masuklah; dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya, yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar, dan Allah tidak malu menerangkan yang benar." QS al-Ahzab ayat 53. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengungkapkan, ayat ini turun pada tahun ketiga atau ke lima Hijriyah. Ayat ini pun ditafsirkan dengan hadits yang diriwayatkan dari Imam Bukhari dan bersumber dari Anas bin Malik. Sebelum turunnya ayat itu, Rasulullah SAW menikahi Zainab binti Jahsy. Beliau pun mengundang sejumlah orang, lalu men jamu mereka. Mereka pun bercakap-cakap di majelis itu. Kemudian, Nabi SAW hendak bangkit sementara ada tamu yang masih duduk-duduk saja. Melihat keadaan itu, beliau terus bangkit. Ketika beliau bangkit, sebagian orang bangkit pula, tetapi masih ada tiga orang yang tetap duduk. Nabi SAW datang dan hendak masuk ke kamar pengantin, tetapi ternyata masih ada sejumlah orang yang masih duduk dan belum pergi. Tidak lama kemudian, mereka bangkit dan pergi. Anas ibnu Malik kemudian menghadap dan menceritakan kepada Nabi SAW bahwa mereka telah pergi. Nabi SAW bangkit hendak masuk dan Anas pergi mengikutinya. Tetapi, tiba-tiba beliau menurunkan hijab antara beliau dan Anas. Kemudian, turunlah ayat tersebut. Ayat ini dimaksudkan agar seorang tamu tidak boleh me nung gu makanan untuk disiapkan dan dihidangkan. Ketika se seorang lapar lalu bermaksud mendatangi saudaranya supaya diberi makan dan tidak menunggu waktu makan saudaranya, ti dak lah mengapa. Hal ini bermakna pertolongan kepada saudara nya untuk mendapat pahala mem beri makan. Tamu dan tuan rumah juga terikat pada adab-adab menyuguhkan makanan. Tuan rumah seyogianya tidak membebani diri dan menyuguhkan apa yang ada. Al-Fudhail mengatakan, "Sesungguhnya, membuat orang kapok dengan membebankan diri ialah seseorang mengundang saudaranya lalu ia membebankan diri untuk saudaranya. Saudaranya pun kapok untuk kembali datang lagi kepadanya." Salah satu bentuk membebani diri, yakni menyuguhkan semua yang dimilikinya, sehingga keluarga kekurangan. Hati mereka pun menjadi kecewa. Sebagai ma na kisah pada masa sahabat. "Kami masuk ke rumah Jabir RA, lalu ia menyuguhkan kami roti dan cuka serta berkata, 'Seandainya kita tidak dilarang untuk me maksakan diri, tentu aku akan memaksakan diri untuk memberi suguhan yang lebih kepada kalian.'" Adab kedua, janganlah tamu mengusulkan atau menentukan sesuatu untuk hidangannya. Permintaan tamu itu bisa jadi membuat tuan rumah kesulitan untuk mengadakan hidangan itu. Jika tuan rumah menawarkan dua pilihan makanan kepadanya, hendaklah dia memilih makanan yang paling mudah di antara keduanya untuk disediakan tuan rumah. Jika ia mengetahui bahwa tuan rumah merasa gembira de ngan usulnya karena memudahkan tuan rumah, pengajuan usul tidak dimakruhkan. Berikutnya, tuan rumah boleh menyatakan keinginannya kepada saudaranya yang menjadi tamu. Dia pun bisa menanyakan kepada tamunya mengenai usul itu. Bilamana tuan rumah merasa nyaman terhadap pendapat tamu, hal tersebut dinilai baik, mengandung pahala, beserta keutamaan. Keempat, tuan rumah tidak pantas bertanya kepada tamu, "Apakah engkau mau kusuguh kan makanan?" Tetapi, seyogia nyalah ia langsung memberi suguhan jika memang memiliki makanan. Jika tidak dimakan, tuan rumah bisa mengangkatnya kembali. Dalam Saripati Ihya Ulumiddin juga dijelaskan, "Ketika seseorang masuk untuk bertamu dan tidak mendapati tuan rumah, dia boleh untuk menyantap makanan nya tanpa izin pemilik rumah. Selama, dia meyakini dan percaya dengan ikatan persahabatan antara dirinya dengan tuan rumah. Dia pun mengetahui kegembiraan tuan rumah apabila menyantap makanannya." Dikutip dari buku Saripati Ihya Ulumiddin karya Imam Al Ghazali yang disarikan Syekh Jamaluddin al-Qasimi.

makanan untuk menjamu tamu